Kabupaten Bekasi
Pemerintahan
- Bupati : dr. Hj. Neneng Hasanah
Yasin
Populasi
Penduduk
-
Luas wilayah : 1.484,37 km2
- Total : 2.630.401 jiwa
- Kepadatan : 1.772,07 jiwa/km2
Demografi
Pembagian administratif
Sejarah Kabupaten Bekasi
Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta
dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata
Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga
berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalannya kata
Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam
pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda
sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama
Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan
sekarang.
Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara,
yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan
adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman,
yakni : Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti
Muara Cianteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke
enam prasasti ini ada di Daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung
Selatan (Prasasti Cidangiang).
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan
Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali
Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga
ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian,
semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh
panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya.
Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang
Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8
paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra.
Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122
tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja
mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan
perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk
mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah
Kerajaan Tarumanagara.
Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh (abad 7), kerajaan yang
memiliki pengaruh cukup besar terhadap Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran,
terlihat dari situs sejarah Batu Tulis (di daerah Bogor), Sutarga lebih jauh
menjelaskan, bahwa Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Padjadjaran
dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi oleh para
pedagang. Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran, selanjutnya
menjelaskan bahwa: “..Pakuan adalah Ibukota Kerajaan Padjadjaran yang baru.
Proses perpindahan ini didasarkan atas pertimbangan geopolitik dan strategi
militer. Sebab, jalur sepanjang Pakuan banyak dilalui aliran sungai besar yakni
sungai Ciliwung dan Cisadane. Oleh sebab itu, kota-kota pelabuhan yang ramai
ketika itu akan mudah terkontrol dengan baik seperti Bekasi, Karawang, Kelapa,
Tanggerang dan Mahaten atau Banten Sorasoan…”
Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan tumbuh,
berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan baru. Kedudukan
Bekasi tetap menempati posisi strategis dan tercatat dalam sejarah
masing-masing kerajaan (terakhir tercatat dalam sejarah, kerajaan yang
menguasai Bekasi adalah Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian dari
Kerajaan Mataram). Bahkan bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan ini sampai
sekarang masih ada, misalnya : ditemukannya makam Wangsawidjaja dan Ratu
Mayangsari (batu nisan), makam Wijayakusumah serta sumur mandinya yang terdapat
di kampung Ciketing, Desa Mustika Jaya, Bantargebang. Dimana baik batu nisan
maupun kondisi sumur serta bebatuan sekitarnya, menunjukkan bahwa usianya
parallel dengan masa Kerajaan Sumedanglarang. Demikian pula penemuan rantai di
Kobak Rante, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukakarya (konon katanya, daerah Kobak
Rante adalah daerah pinggir sungai yang cukup besar, hingga mampu dilayari
kapal. Jalur ini sering digunakan patroli kapal dari Sumedanglarang. Suatu
waktu, kapal bernama Terongpeot terdampar disana, sungai mengalami
pendangkalan, Terongpeot tidak bisa berlayar, kayunya menjadi lapuk dan
tinggallah rantainya saja…)
Bekasi, masa pendudukan Belanda pada masa ini masuk ke dalam
Regentschap Meester Cornelis, yang terbagi atas empat district, yaitu Meester
Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. District Bekasi, pada masa penjajahan
Belanda dikenal sebagai wilayah pertanian yang subur, yang terdiri atas
tanah-tanah partikelir, system kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan-tuan
tanah (kaum partikelir), yang terdiri dari pengusaha Eropa dan para saudagar
Cina. Diatas tanah partikelir ini ditempatkan Kepala Desa atau Demang, yang
diangkat oleh Residen dan digaji oleh tuan tanah. Demang ini dibantu oleh
seorang Juru Tulis, para Kepala Kampung, seorang amil, seorang pencalang
(pegawai politik desa), seorang kebayan (pesuruh desa), dan seorang ulu-ulu
(pengatur pengairan).
Untuk mengawasi tanah, para tuan tanah mengangkat pegawai
atau pembantu dekatnya, disebut potia atau lands opziener. Potia biasanya
keturunan Cina, yang diangkat oleh tuan tanah. Tugas potia adalah mengawasi
para pekerja, serta mewakili tuan tanah apabila tidak ada ditempat. Disamping
itu ada juga Mandor yang menguasai suatu wilayah, disebut wilayah kemandoran.
Dalam praktek sehari-hari, mandor sangatlah berkuasa, seringkali tindakannya
terhadap para penggarap melampaui batas-batas kemanusiaan. Para penggarap
adalah pemilik tanah sebelumnya, yang tanahnya dijual pada tuan tanah. Orang
yang diangkat mandor biasanya dari para jagoan atau jawara yang ditakuti oleh
para penduduk.
Distrik Bekasi terkenal subur yang produktif, hasilnya lebih
baik jika dibandingkan dengan distrik-distrik lain di Batavia, distrik Bekasi
rata-rata mencapai 30-40 pikul padi setiap bau, sedangkan distrik lain hanya
mampu menghasilkan padi 15-30 pikul setiap bau’nya. Namun demikian yang
menikmati hasil kesuburan tanah Bekasi adalah Sang tuan tanah, bukanlah rakyat
Bekasi. Rakyat Bekasi tetap kekurangan, dalam kondisi yang serba sulit,
seringkali muncul tokoh pembela rakyat kecil, semisal Entong Tolo, seorang
kepala perambok yang selalu menggasak harta orang-orang kaya, kemudian hasilnya
dibagikan kepada rakyat kecil, karenanya rakyat sangat menghormati dan
melindungi keluarga Entong Tolo, Sang Maling Budiman, Robin Hood’nya rakyat
Bekasi. Di hampir semua wilayah Bekasi memiliki cerita sejenis, dengan versi
dan nama tokoh yang berbeda. Hal ini juga, yang mempengaruhi sikap dan cara
pandang masyarakat Bekasi, terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
ke’jawara’an.
Setelah Entong Tolo ditangkap dan dibuang ke Menado, tahun
1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati
masyarakat yang sebagian besar petani. Berbeda dengan di daerah lain,
kepengurusan SI Bekasi didominasi oleh kalangan pedagang, petani, guru ngaji,
bekas tuan tanah dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta
para jagoan yang dikenal sebagai rampok budiman. Karena jumlah yang cukup
banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika berhadapan
dengan para tuan tanah. Antara 1913-1922, SI Bekasi menjadi penggerak berbagai
protes sebagai upaya penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap petani,
misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) sampai
pemogokkan pembayaran “cuka” (1918).
Bekasi, masa pendudukan Jepang
Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan
rakyat, memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”,
mengungkapkan :”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara
yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar
yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan melepaskan
Indonesia dari belenggu penjajahan…”
Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap Belanda disambut
dengan suka cita, yang dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat
Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang
mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu Indonesia Raya.
Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang seminggu pemerintah
Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan lagu Indonesia
Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan seluruh rakyat Bekasi mengibarkan
bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang
memulai babak baru penindasan, yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua”.
Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika
mengintruksikan agar seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi
polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama
Mahbub, yang ditangkap karena disuga sebagai mata-mata Belanda dan menjual
surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung ini sebagai shock
theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi rakyat Bekasi. Bala
tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di
Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer
Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka
panjang, dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya.
Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan,
keadaan ini makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah
militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para pemuda
Bekasi untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai), pendewaan Tenno
Haika (kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui kursus atau dengan melalui
pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA),
yang kemudian langsung ditempatkan kedalam organisasi militer Jepang.
Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi
mengorganisasikan diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam
Bekasi (GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam
Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Mesjid Al –Muwahiddin,
Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum dan
pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia
meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB
memiliki anggota yang banyak, markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah
pasar Bekasi, banyak anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan
yang dipimpin oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB
Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang (KH
Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M. Husein
Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir) berdirinya kabupaten Bekasi Berdasarkan aturan
hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat memperjuangkan aspirasinya
untuk membentuk suatu pemerintahan tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah
para tokoh dan rakyat Bekasi berjuang agar pembentukan tersebut dapat
terealisasikan. Awal tahun 1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi,
KH Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat
Rakyat Bekasi”, dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17
Januari1950), yang dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai
pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17
Januari”, yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara dirubah
menjadi Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A.
Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun).
Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad
Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi
“Kabupaten Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950
tentang : Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa
Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950 tentang berlakunya
undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada
tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri,
sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah Daerah pada saat itu, yaitu UU
No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15 Agustus 1950 sebagai HARI JADI KABUPATEN. status ini dikukuhkan dengan UU Nomor 14 Tahun 1950 mengenai
pembentukan Kabupaten Bekasi, dengan wilayah yang terdiri dari empat
kewedanaan, 13 kecamatan dan 95 desa. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi
berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (Jl. Ir. H Juanda), yang kemudian pada
tahun 1982 gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl.
Ahmad Yani, Bekasi. Mulai tahun 2004,TERJADI PEMEKARAN Pemerintahan Kabupaten
Bekasi dipindahkan ke Cikarang Pusat, Kota Deltamas dengan tujuan untuk
memeratakan pembangunan di daerah timur Bekasi.
Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2004 mencapai
1.950.209 jiwa. Bila dilihat dari rasio penduduk berdasarkan kelamin adalah
1,04 banding 1,00, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 996.150 jiwa dan
perempuan 954.054 jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk hasil perhitungan
sensus tahun 2000 sebesar 4,23 % terdiri dari migrasi 2,33 % dan
alamiah 1,90 %. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi bertambah
menjadi 2.027.902 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,98 % dari
tahun sebelumnya.Penduduk bekasi mayoritas merupakan pendatang sehingga tak heran
jika banyak budaya nya pn telah banyak berakulturasi.
Topografi
Sebagian besar wilayah Bekasi adalah dataran rendah dengan
bagian selatan yang berbukit-bukit. Ketinggian lokasi antara 0 – 115 meter dan
kemiringan 0 – 250 meter. Kabupaten Bekasi yang terletak di sebelah Utara
Propinsi Jawa Barat dengam mayoritas daerah merupakan dataran rendah, 72%
wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan
air laut. Berdasarkan karakteristik topografinya, sebagian besar Kabupaten Bekasi
masih memungkinkan untuk dikembangkan untuk kegiatan budidaya,Terutama untuk
budidaya ikan di tambak ataupun untuk budidaya hewan domestik seperti ayam dan
kambing. Jenis tanah di Kabupaten Bekasi diklasifikasikan dalam tujuh kelompok.
Kelompok yang paling layak untuk pengembangan pembangunan memiliki luas sekitar
16.682,25 Ha (81,25%), yang terdiri dari jenis asosiasi podsolik kuning dan
hidromorf kelabu; komplek latosol merah kekuningan, latosol coklat, dan
podsolik merah; aluvial kelabu tua; asosiasi glei humus dan alluvial kelabu;
dan asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit. Klasifikasi
cukup layak seluas 3.745,04 Ha (18,24%), terdiri dari jenis tanah asosiasi
alluvial kelabu dan alluvial coklat kekelabuan. Sisanya sekitar 104,71 Ha
(0,51%) dari jenis podsolik kuning merupakan areal yang kurang layak untuk
pembangunan.
Ditinjau dari tekstur tanahnya, sebagian besar wilayah ini
memiliki tekstur tanah halus sekitar 15.555,04 Ha (75,76%) dan bertekstur
sedang sekitar 4.755,21 Ha (23,16%) berada di sebelah utara dan sebelah selatan
yakni, sedangkan sisanya sekitar 221,75 Ha atau 1,08% bertekstur kasar berada
di sebelah barat. Tingkat kepekaan tanah terhadap erosi cukup baik/stabil.
Tingkat kepekaan ini diklasifikasikan tiga bagian yakni stabil (tidak peka),
peka, dan sangat peka. Sekitar 17.220,19 Ha (83,87%) dari luas lahan merupakan
lahan stabil yang layak untuk dikembangkan untuk berbagai macam kegiatan
perkotaan. Seluas 3.127,02 Ha (15,23%) dari lahanya memiliki kondisi peka dan masih
cukup layak untuk dibangun. Sedangkan di bagian selatan, lahnnya sangat peka
terhadap erosi yakni sekitar 184,79 Ha (0,9%), kurang layak untuk dikembangkan.
Adanya beberapa sungai yang melewati wilayah Kabupaten Bekasi merupakan potensi
sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Kabupaten Bekasi
terdapat enam belas aliran sungai besar dengan lebar berkisar antara 3 sampai
80 meter, yaitu sebagai berikut Sungai Citarum, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang,
Sungai Ciherang, Sungai Belencong, Sungai jambe, Sungai Sadang, Sungai
Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis,
Sungai Siluman, Sungai Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran.
Selain itu, terdapat 13 situ yang tersebar di beberapa
kecamatan dengan luas total 3 Ha sampai 40 Ha, yaitu Situ Tegal Abidin,
Bojongmangu, Bungur, Ceper, Cipagadungan, Cipalahar, Ciantra, Taman,
Burangkeng, Liang Maung, Cibeureum, Cilengsir, dan Binong. Saat ini kebutuhan
air di Kabupaten Bekasi dipenuhi dari 2 (dua) sumber, yaitu air tanah dan air
permukaan. Air tanah dimanfaatkan untuk pemukiman dan sebagian industri.
Kondisi air tanah yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan
air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5 – 25 meter dari permukaan tanah,
sedangkan air tanah dalam pada umumnya didapat pada kedalaman antara 90 – 200
meter. Air permukaan, seperti sungai, dimanfaatkan oleh PDAM untuk disalurkan
kepada konsumennya, baik permukiman maupun industri.
Pemerintahan
Kabupaten Bekasi dipimpin oleh bupati Hj. Neneng Hasanah
Yasin dan wakil bupati H. Rohim Mintareja yang dicalonkan oleh fraksi Golkar, yang
memerintah dari tahun 2012. Neneng Hasanah Yasin adalah calon dari Partai
Golkar dan H. Rohim Mintareja dari partai Demokrat. Neneng Hasanah
Yasin adalah anggota DPRD jawa barat. Rohim Mintareja adalah anggota DPRD Kab.
Bekasi dari Dapil DPRD Kab. Bekasi 1 yang bertugas di Komisi C. Pasangan ini
cukup kuat di daerah pebayuran, tambun, cibitung, cikarang barat, cibarusah,
terkecuali di cikarang selatan yang mayoritas memilih pasangan Darip Maulana
dan Jejen Sayuti.
Sarana pendidikan yang ada di
Kabupaten Bekasi
1. Taman kanak-kanak berjumlah 241
2. Sekolah Dasar Negeri berjumlah 700
3. Sekolah Dasar Swasta berjumlah 65
4. Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 156
5. SLTP Negeri berjumlah 54
6. SLTP Swasta berjumlah 124
7. Madrasah Tsanawiyah berjumlah 114
8. SLTA Negeri berjumlah 20
9. SLTA Swasta berjumlah 60
10. Madrasah Aliyah berjumlah 34
11. SLB berjumlah 2
Transportasi
Bekasi merupakan kawasan pertumbuhan Jakarta, dan menjadi
bagian dari kawasan Jabotabek (belakangan menjadi Jabodetabek).
Bekasi dilintasi ruas jalan tol Jakarta-Cikampek dan jalur kereta api
Jakarta-Surabaya. KRL
Jakarta-Bekasi hanya tersedia sampai kawasan Bekasi barat Hal ini karena
banyaknya daerah aliran sungai sehingga menghambat pembangunan.untuk
transportasi massal adanya angkot,selain itu masih ada alat transportasi
tradisional yang bisa kita temui seperti becak,delman,dan rakit penyebrangan di
sungai-sungai
Perekonomian
Perekonomian Kabupaten Bekasi ditopang oleh sektor
pertanian, perdagangan dan perindustrian. Banyak industri manufaktur yang
terdapat di Bekasi, diantaranya kawasan industri Jababeka, Greenland International
Industrial Center (GIIC), Kota Deltamas Kota Deltamas,
EJIP, Delta Silicon, MM2100, BIIE dan sebagainya.
Kawasan-kawasan industri tersebut kini digabung menjadi sebuah Zona Ekonomi
Internasional (ZONI) yang memiliki fasilitas khusus di bidang
perpajakan, infrastruktur, keamanan dan fiskal.
Pertambangan
- Minyak bumi. Beberapa sumur minyak bumi yang telah
dieksplorasi terdapat di Bekasi bagian utara. Salah satunya terdapat di Babelan,Gabus,
Muaragembong, Cabangbungin.
- Gas alam. Gas alam terdapat di Bekasi bagian selatan.
Sumur gas yang sudah berproduksi terdapat di Jatirarangon.
Kantor Pemkab Bekasi dan Sumur gas Jatirarangon
Wacana Pemekaran Kabupaten/ Kota
yang Akan Datang
Kabupaten Bekasi Utara
Kecamatan yang akan bergabung ke dalam kabupaten ini
meliputi:
- Babelan
- Cabangbungin
- Cibitung
- Karangbahagia
- Muara Gembong
- Pebayuran
- Sukakarya
- Sukatani
- Tambelang
- Tambun
- Tambun Selatan
- Tambun Utara
- Tarumajaya
Kota Cikarang
Kota Cikarang merupakan
ibukota Kabupaten Bekasi yang akan dinaikkan menjadi kotamadya.
Kecamatan yang akan bergabung ke dalam kota ini meliputi:
- Cikarang Barat
- Cikarang Pusat
- Cikarang Selatan
- Cikarang Timur
- Cikarang Utara
Pemindahan Ibukota